Sabtu, 31 Oktober 2015

SKETSA HATI SANG PEMBALAP MOTOR





Lampu mercury di setiap sisi jalan semakin menyoroti. Sebagian cahayanya berwarna kuning adapula yang terang benderang berwarna putih. Aku (Qina) dan ke delapan teman-temanku masih berkeliaran di jalanan Ibukota. “Bak anak jalanan.” Banyak orang bilang. Bahkan ada pelesetan kata sedikit menghina jika aku yang mereka gosipkan, dari kata “Jalanan” menjadi kata “Jalang”. Wajar mereka terkesan sebal padaku karena aku seorang perempuan. Namun begitu, aku bukanlah perempuan yang  mudah sakit hati, anggun, mudah mengalirkan air mata (selain membahas tentang ibuku) itu sangat bukan aku. Bukanpula yang mudah tersinggung seperti perempuan lainnya. Terserah mereka!! Aku tak perduli penilaian mereka seperti apa padaku. Aku hiduppun tak sampai menghabiskan uang mereka.
Disaat motor sport kita beriringan satu sama lain, tiba – tiba semua mendadak berhenti.
“Gila lu yaa? Peraturan apaan lagi nih?” Sambil meminum soft drink bersoda, Andre sedikit kesal.
“Udalah Sang…ikutin aja apa kata ketua kita!” seru Arya pada Andre dengan panggilan Musang nama populernya.
Aku yang hanya sedikit memberi isyarat pada Eki (sang ketua komunitas motor) untuk melanjutkan perjalanan setelah lampu rambu lalu lintas berpindah warna dari merah ke hijau.
“Baru kali ini gue liat ketua kita patuhi rambu – rambu lalu lintas?” Tak henti Andre menggerutu.
Semua tak menanggapi. Begitu hening…sama heningnya dengan situasi sekitar yang menunjukkan pukul 22.15 WIB tepat disaat banyak orang lelap beristirahat.
Beberapa menit kemudian Eki memarkirkan motornya menandakan ia akan pulang lebih dulu dan mengingatkan kita semua agar besok pagi tak terlambat sekolah. Ya!! Kita masih anak sekolahan yang beranjak memutar otak akan jadi apa kita ke depannya, namun kita masih sangat labil untuk mematangkan pikiran dan sikap kita ke arah sana. Karena mungkin usia kita masih sangat muda. Satu tahun dari batas syarat usia pembuatan KTP.
Keanehan – keanehan yang muncul akibat sikap ketua kita masih membuat anak komunitas semakin heran. Rio, Arya, Jeni terutama Andre yang sering memusatkan perhatiannya padaku saling sindir membahas kejadian semalam. Mungkin mereka pikir karena kedatanganku menjadi anggota baru di komunitas motor ini, Eki jadi berubah. Padahal bukan. Hanya sedikit sama prinsipku dengan Eki yang ingin merubah immage komunitas motornya  agar tak terus – menerus mencoreng nama baik sekolah. Bedanya, sejak jadi pembalap motor diusiaku yang ke 15 tahun, aku udah pegang tuh prinsip. Dimana aku harus jadi orang yang patuh pada peraturan lingkungan, karena udah gak bisa lagi patuh pada aturan ibuku. Bukan karena aku terlahir dari hasil MBA. Tapi ada waktunya aku menceritakan semua di waktu yang tepat pada teman – temanku yang lain.
“Tenang aja Na, bukan karena kamu kok Eki kayak gini. Mungkin karena kejadian setelah meninggalnya Dion waktu track – trackan kemaren, belom lama sih ada sekitar sebulan yang lalu.” Feyra menepuk – nepuk pundakku.
“Iya Fey..nyantei aja lagi. Aku bukan cewek kesinggungan, trus sedih, galau dan nangis deh. Aku bukan tipe semua yang kamu kira. Meskipun aku pake jilbab kamu tahu kan aku ini PEMBALAP??” pernyataanku pada Fey tanda ucapan terima kasihku karena ia udah perhatian.
“oh iya yaa. Kamu kan pembalap handal tingkat nasional yang suuper hebat sejak awal SMA. Aku sampe lupa” candaan Fey mulai memuji berlebih.
Hari ini semua anggota komunitas motor CBR dikumpulkan oleh Eki sepulang sekolah. Arman yang terburu – buru mengerjakan PR agar ia bisa ikut berkumpul, hingga ballpoint yang ia gunakan untuk mengerjakan PR pun masih dijepit dua jari tangannya. Tak heran dia dijuluki si smart biker. Selain pinter nge-track dia pinter juga dalam belajar alias mengerjakan semua deretan soal – soal di sekolah. Gak rugi temenan sama dia. Selain cerdas dia gak pelit. Makanya serasa makin mendekati sempurna di komunitas kita dengan adanya orang – orang yang punya nilai positive dibalik hobinya yang sering bikin gak nyaman orang. Tapi itulah gaya kita. Hobi kita dan hidup kita bareng motor.
“Sorry guys…gue baru sempet kumpulin loe semua buat ngumumin sedikit perubahan di aturan komunitas kita.” Dengan gaya kepemimpinannya Raeki yang dengan akrab dipanggil Eki mulai membuka sesi rapat kali ini.
Selain ngenalin anggota yang baru yaitu aku cewek tomboy yang satu – satunya berhijab, Eki udah langsung aja bahas perubahan peraturan komunitas. Diantaranya adalah :
1.      Gak ada lagi anak motor yang bikin onar. Hindari tawuran sesama anak sekolahan atau balapan liar sambil nge-Drug.
2.      Wajib mematuhi rambu – rambu lalu lintas. Selain itu SIM, STNK harus selalu di tangan para rider. Helm SNI dan patuhi aturan sekolah juga jangan sampai kesiangan!
3.      Sebisa mungkin yang masih suka rokok. Belajarlah buat tinggalin itu!
4.      Ada kegiatan sosial yang mesti kita jalani setelah kita mendapat reward.
5.      Terakhir guys…jangan lupa ibadah loe semua! Mau apapun agama loe tetep loe musti jaga hubungan loe sama Sang Pencipta.
Ada sedikit tragedi disaat berkumpulnya komunitas CBR di sekolah kita. Respon anak – anak biker yang kurang serius akhirnya membuat Eki mulai meninggikan volume suaranya hingga emosi Andre terpancing.
“Ada yang keberatan dengan peraturan baru ini? Silahkan angkat kaki dari komunitas motor CBR sekarang juga!” sindiran Eki dengan nada suara terhentak.
“Eh bro…maksud loe apa ngomong kayak gitu?” Andre mulai panas dan melangkahkan kakinya dengan menarik kerah baju Eki sambil melotot.
Yang lain nenangin Andre, sedangkan Arya menengahi dengan perlahan menanyakan kenapa bisa secepat ini geng motor CBR berubah menjadi lebih halus ke arah komunitas motor yang terkesan lembek seperti hilang kepribadian.
Eki yang hanya menarik nafas tinggi ia mulai memberi pengertian pada semua.
“Guys..udah saatnya kita memperbaiki kelakuan kita yang selama ini sering bikin ulah. Ini masalah nyawa kita di sekolah! Kalian sadar kalo sekarang kita udah kelas XII SMA, bentar lagi kita ujian gimana kalo nanti kita gak lulus? Terus gak ada satupun guru yang nyelametin kita nanti?” Alasan Eki tampak masih ada yang ditutupi.
“Alaaahhh..gak usah sok deh loe….Elo udah kena virus merah jambu kan dari si cewek hijaber itu?” Sambil telunjuknya jelas menunjuk ke arahku dari kejauhan.
 “Sama – sama sok alim sekarang yaa? Andre mengitari tubuh Eki.
“ Jadi, apapun yang cewek norak itu katain sama loe, loe nurut aja gitu? Karena loe jatuh cinta sama dia, iya kan?” makin menjadi tuduhannya padaku dan Eki.
Terlihat wajah Eki mulai memerah. Bukan karena malu ataupun jatuh cinta tapi karena saking marahnya dan tersinggung pada Andre hingga terbakar emosi.
“Jangan kurang ajar loe yaa…gue gak sepicik yang loe pikir!” nyaris memberi pukulan ampuh pada Andre.
Malam yang dingin berubah menjadi panas. Semua biker mulai berkumpul mendekati Andre dan Eki, saling membantu melerai meninggalkan barisan semula. Aku yang tadinya tangguh, cuek, gak pernah mikirin sesuatu sampai mendalam, saat ini berubah seperti arah jarum jam yang cepat berputar menjadi merasa sangat bersalah sama semua temen – temen bikerku itu. Terutama sama Raeki yang udah difitnah jalin hubungan khusus denganku. Padahal jelas – jelas setahuku gak boleh ada anak biker satu sama lain yang saling suka, punya hubungan spesial ataupun lebih dari sekedar teman di komunitas CBR ini. Itu yang kutahu dari Fey. Makanya gak ada niat sedikitpun ngancurin komunitas ini dengan cara itu. Kepikiranpun gak.
Sore harinya, tepat di waktu adzan Ashar berkumandang aku dihampiri Raeki dengan CBR merahnya itu. Aku yang baru turun dari motorku hampir kaget dan kali ini aku berubah jadi melankolis akut yang sering menebak gerak – gerik orang lebih ke arah negative. Di otakku yang ada pasti Eki marah – marah, nyaranin aku buat gak masuk dulu komunitas atau bahkan keluar aja dari komunitas untuk selamanya biar keadaan aman kayak dulu.
“Ini ngapain sih kok jadi parno gini yaa?” sambil mukul kepala aku komat – kamit serasa jantung kepompa makin cepat.
“Qina…sorry yaa..kamu jadi kebawa – bawa sama masalah komunitas kita sekarang. Mudah – mudahn kamu ngerti yaa dengan situasi ini. Aku harap kamu gak quit dari komunitas. Kamu aset kita banget buat balapan.” Kata Raeki yang buat aku mendadak gak nafas.
Saking kagetnya aku Cuma jawab : “Ok gak masalah, nyantei aja lagi.”
“Heeuuuh kok Cuma segitu doang aku ngomong? Bukannya balik minta maaf!” dalam hati ngomong sendiri.
Lima belas menit setelah aku berkomunikasi pada Illahi Rabbi, aku bergegas keluar mushala sekolah dengan langsung memasang tali sepatu sportku. Agak sedikit heran, ternyata motor Raeki masih terparkir di samping motorku. Tapi orangnya hilang dari ujung pandanganku. Tak lama aku menyalakan motor dan meninggalkan Raeki yang entah dimana keberadaannya.
Keesokan harinya tepat di hari Sabtu awal weekend,dimana anak sekolahan yang senang dengan hari itu kita main bareng. Cari – cari peluang balapan tapi bukan balapan liar yang aku cari. Aku dan Fey terus menyusuri jalan menghampiri komunitas motor lainnya. Tanpa disengaja tepat di arah jarum jam 12 di pertigaan tempat kita berhenti, aku dan Fey melihat Arya yang sedang memberikan helm berstandar Nasional pada pengendara motor laki – laki sekitar usia berkepala lima.
“Eh Na..loe liat gak tuh di seberang sana? Itu Arya kan?” Tanya Fey.
“Iya.iyaa gue liat jelas itu Arya, tapi ngapain ya dia sama bapak itu?” Aku ikut nimbrung komentarin keberadaan Arya yang sedikit aneh.
Ternyata tak jauh dari motor Arya tampak Eki sedang menunggu Arya di atas motornya dengan jaket komunitas kita. Semakin heran aku dan Fey melaju mendekat ke arah mereka. Setelah kita bergabung, akhirnya aku mengucap syukur melihat jelas Arya sedang berdiskusi dengan si bapak pengangkut box makanan ringan itu.
“Lain kali bapak harus waspada ya pak, kalo jalan sini rawan sekali kecelakaan. Apalagi bapak gak pake helm sama bawa barang lumayan banyak tuh dalam box. Ini kebetulan saya ada helm nganggur pak gak kepake. Bapak pake aja ya.” Aku Exited banget denger Arya ngomong itu.
“Terima kasih banyak ya dek. Bapak kira adek itu anak geng motor yang gak peduli sama rakyat biasa kayak bapak ini.” Bapak sang pedagang makanan ringan itu berterima kasih dengan penuh haru dengan mata yang berkaca – kaca.
Tumben – tumbenan Fey dan aku lihat Arya sebaik itu. Ada jiwa pahlawan ternyata  di balik pribadi Arya. Namun ketika Fey mulai meledek dan berceloteh “Eh Bang Arya…terima kasih yaa udah jadi pahlawan hari ini!” Arya pun menjawab “Bukan aku Fey yang jadi pahlawan. Tapi Eki. Gara – gara Eki aku jadi kayak gini. Kesentuh banget setelah tadi aku liat Eki seberangin nenek renta pake tongkat yang tinggal beberapa cm lagi kecium mobil Jeep yang  ugal – ugalan. Terus sobat gue ini kasih beberapa lembaran uang gitu sama si nenek. Hero banget gak tuh?” Arya yang kini mulai mengikuti jalur Eki daripada Andre mulai terketuk hatinya untuk menyisakan jiwanya pada sesama.
Detik di jam tanganku terus bergerak. Alarm waktu shalat pun terdengar dari handphone salah satu pengendara CBR diantara kita. Raeki lagi nih pelopornya. Dia mulai ngasih tanda buat berbelok ke arah mesjid 1 meter tepat di depan kita. Kita bertiga mengikuti apa kata ketua selama itu baik.
“Kita stop buat shalat Dzuhur dulu ya guys!” ujar Eki sambil buka helmnya.
Ternyata memang betul – betul berubah ketua baruku ini. Sampe kepo dan cari tahu apa sebenernya yang membuat Eki berubah? Mendadak men jadi detektif selain sebagai pelajar dan pembalap yang mendapat beasiswa Gubernur.
Usai semua shalat dzuhur, Eki memberi info jadwal balapan nanti malam. Biasalah malam minggu waktu dimana anak – anak muda ekspresiin jiwa mereka yang apa adanya. Ada yang hura – hura gak jelas ngabisin uang orang tua, ada juga yang nonton balapan karena alasannya satu, pacarnya ikut balapan, ada juga yang… ups profesinya sebagai penghibur malam pelengkap malam para lelaki hidung belang dan gak punya iman. Tapi beda banget dengan kita makhluk langka yang ikut ajang balapan buat nyalurin bakat lebih yang tumbuh karena hobi dan hasilnya buat anak yatim, yayasan panti jompo juga kaum dhu’afa lainnya yang membutuhkan. Sisanya buat sekedar makan bareng anak komunitas ditutup dengan minum teh hangat di rumah makan sederhana. Tak perlu yang mewah megah. Itu udah cukup membuat kita bangga.
Hari demi hari kulewati menjadi detektif yang amatiran namun penuh tantangan. Selama aku mengikuti balapan dan menjadi juara setelah bergabung dengan ke delapan teman – teman komunitas motorku, kini aku semakin memahami hidup. Hidup yang tak hanya aku rasakan sendiri. Namun yang dirasakan salah satu teman komunitasku membuat teriris hati, mengingatkanku pada ibuku sendiri.
Beribu rasa penasaranku kali ini semakin menemukan celah – celah jawabannya. Setiap hari kubuntuti Eki setelah aktifitas sekolah dan perkumpulan kita bubar. Mengendap – endap seperti maling. Ya aku ikuti dia sampai ke rumahnya. Dua hari dimana aku menjadi detektif sempat gagal. Karena Eki semakin curiga. Kurasa Eki semakin berusaha menghindariku. Entah ia tahu aku sering membuntutinya atau tidak. Namun kali ini aku bisa dengan sangat bebas melihat pemandangan buram seperti kabut asap yang tebal yang menyesakkan dada. Tiba – tiba Eki memergoki dan tersenyum padaku.
“Hey Azqina Arshy!! Sedang apa kamu disini?” sapaan sinisnya menyambarku, hingga aku nyaris terjungkal di tumpukan rak – rak bekas sekitar gudang.
Dengan menelan ludah aku gugup, bingung, pikiranku putus. Entah apa yang harus aku jawab. Namun lidahku hanya mampu mengucap kata maaf. Gaya santainya menjelaskan semua yang kulihat membuat aku tak takut lagi. Terjawab sudah semua pertanyaan – pertanyaan aku dan teman – temanku. Ternyata ini yang membuat Eki tiga ratus enam puluh derajat berubah.
HARAP TENANG SEDANG UJIAN NASIONAL, tulisan di spanduk yang pertama  kubaca tepat di bagian depan dinding Sekolah Menengah Atas (SMA) di daerah BSD tempatku menimba ilmu. Tak terasa sudah hampir habis catatan masa putih abu – abuku. Jika UN tiba, maka akan tiba pula kepergian satu angkatan kelas XII dari sekolah. Ujian pun berlangsung dengan khidmat. Situasi menjadi berbeda setelah satu jam ujian hari pertama berlangsung. Andre dan Eki kembali adu mulut. Hingga salah satu dari mereka cedera. Aku heran, bisa – bisanya Andre selalu mengusik hidup Eki. Seingatku Andre dulu teman dekat Eki meskipun mereka berbeda keyakinan (agama). Akar permasalahannya masih seputar sikap Eki yang berubah drastis. Teman – teman yang lain melerai disusul dengan para guru yang bertugas mengawasi UN ikut mendamaikan.
Tak jera sedikitpun si lelaki berparas Chinese itu membuat onar di hadapan masyarakat sekolah. Padahal jelas – jelas layangan DO (Drop Out) sudah di depan mata. Namun beberapa kali batal menimpanya, hanya karena dia anak dari pasangan pengusaha Property dan yang lebih penting lagi seorang pemegang utama Yayasan sekolah kita. Ini satu alasan yang membuatku semakin hari semakin benci pada Andre. Berbeda dengan sikapku pada Eki yang semakin hari tumbuh rasa yang berbeda. Please Allah jangan sampai ini terjadi!
“Dokter..tolong selamatkan anak saya..ini betul anak saya dok.” Pemilik Café terkenal menangis histeris sambil memeluk lelaki yang sepertinya ku kenal.
“Iya bu tenang ya..saya akan periksa terlebih dahulu apakah lukanya parah atau tidak!” Tampaknya seru dokter sedikit khawatir.
Disudut lorong rumah sakit terlihat Andre yang sedang dibentak –bentak beberapa teman dekatku. Tak salah lagi yang berbaring di ruang IGD pasti Eki. Sifat melankolisku semakin terdeteksi. Perasaanku sangat sedih. Tangisku pecah setelah dokter menyatakan bahwa Eki mengalami koma. Ingin sekali aku memberi pelajaran pada Andre, tapi kuurungkan niat itu. Aku sadar aku hanya seorang perempuan yang sedang belajar menjadi perempuan sesungguhnya. Bukan yang setengah laki – laki setengah perempuan. Cukup kelaki – lakianku terlihat dari hobiku menancapkan gas pada sebuah motor Sport.
Hari – hari menjelang pelulusan, aku yang tadinya setia memegang janjiku pada Eki untuk tidak menceritakan apa yang pernah ia ceritakan padaku sirna sudah. Mungkin ini satu – satunya jalan yang membuat mereka mengerti termasuk kehadiran wanita cantik pemilik Café terkenal di daerah JABOTABEK itu. Seperti guide wisatawan aku mengantar teman – temanku dan wanita seusia ibuku itu ke satu persatu tempat yang sama persis Eki lalui disaat aku menjadi detektif dadakan. Dari mulai pesantren yang penuh dengan para santrinya hingga rumah sederhana yang luas namun nampak seperti lama tak terawat. Hanya beberapa kamar yang terawat karena digunakan sebagai kegiatan rutinitas. Aku yang antusias menunjukkan suatu kamar kemudian perlahan kubuka pintu berbahan kayu jati tebal.
“Ini alasan Eki berubah seperti yang sekarang.” Kataku lirih.
Semua mata terperangah melihat seorang pria yang sangat mirip dengan Eki namun agak berbeda dari tingkahnya yang seperti ke-kanak-kanakan. Dia duduk di kursi goyang sambil merintih menangis, murung dan sangat takut jika didekati orang asing. Jangankan orang asing, keluarganya sekalipun kadang ia tak kenal. Amnesia Anterograde penyakit yang menemaninya sejak 4 tahun yang lalu. Miris memang. Bayanganku teringat pada ibu yang telah meninggalkanku sama sekitar 4 tahun yang lalu juga. Tragedi itu tak akan pernah kulupakan. Cukup begitu membekas jadi luka di hati.
“Di usianya yang masih belum cukup untuk mengendarai motor, Raeka (saudara kembar Raeki) nekat mengikuti trend anak – anak gaul pada saat itu. Bukan laki -  laki kalo gak bisa naik motor tanpa menggunakan helm dengan kecepatan tinggi. Itu yang dianggap trend anak muda. Waktu begitu cepat merubah Raeki menjadi lebih berani. Setelah mendengar kakaknya terkena cedera parah  di kepala hingga mengakibatkan sebagian memorinya hilang dan bersikap layaknya anak kecil karena psikisnya ikut terganggu, ia memutuskan untuk membuat komunitas motor Honda CBR. Kepedihan yang kakaknya rasakan ia tebus dengan menjadi ketua komunitas. Selain merasakan pengusiran sang ayah pada keduanya, Eki pun harus bolak – balik ke kantor polisi mengurus pertanggungjawaban kakaknya yang telah menabrak seorang pejalan kaki hingga tewas di tempat. Beberapa bulan kasus Raeka dihapus setelah ia divonis mengalami amnesia anterograde atau hilangnya ingatan mengenai peristiwa setelah kecelakaan yang dialami biasanya tampak seperti shock, gegar otak atau terlihat seperti orang yang kebingungan. Selama hidup terpisah dari keluarga, Raeka dan Raeki dibantu oleh salah satu pendidik pesantren yang tadi aku perlihatkan pada kalian semua. Dan ini (sambil aku memegang tangannya) ibu Kayla adalah ibu kandung Raeka dan Raeki. Sudah begitu lama ia mencari anak kembarnya yang telah pergi dari rumah hanya berbekal motor sport berjenis CBR yang biasa Eki bawa.
Angin bertiup kencang semakin menembus dinding tulang. Melihat Raeka yang meronta saat dipeluk ibunya dengan begitu hangat, semua tak kuasa, tak ada yang tak meneteskan air mata. Detik itu pula Andre berlari keluar dan langsung menancap gas bergegas menuju rumah sakit dimana Eki berbaring tak sadarkan diri. Si “Musang” Andre menerobos masuk ke ruang ICU dan memeluk Eki sambil bergetar bibirnya yang penuh dengan cucuran air mata.
“Eki..gue minta maaf sama loe. Andai yang jatuh dari tangga itu gue, gue ikhlas Ki buat nebus segala kesalahpahaman gue sama loe. Kalo Tuhan mengizinkan gue buat memperbaiki jatah usia gue, gue rela cinta gue pupus. Karena selama ini gue jeoulus sama loe yang sering memperlakukan Qina lebih dari biker lainnya.” Rintihan Andre pada Eki membuahkan hasil yang menakjubkan.
Hari berganti hari hingga tahun berganti tahun…. Semua pecinta motor sport sudah tak cinta seperti dulu lagi. Masing – masing sibuk dengan karir yang dijalani.
Disini di negeri tempat dimana motor CBR tercintaku diciptakan oleh Soichiro Honda, aku menjadi tambatan hati Raeki. Dari tingginya gunung Fujiyama ini, kuakhiri goresan tintaku dengan penuh makna. Kini aku merasa tercipta menjadi sakura.  Aku hanya  ingin menepuk pundak mereka generasi muda dimana pun berada,  untuk sadar akan aturan lalu lintas sebagai pengendara motor setia jalan raya. Semoga tak ada Raeka – raeka lainnya yang terpedaya zaman dan tak kenal aturan hingga menewaskan orang – orang yang tak berdosa. Bahkan mungkin tak mustahil orang – orang yang kita cintai sekalipun mengalaminya. Kuharap tak ada lagi para ibu yang berakhir tragis hidupnya seperti jalan cerita ibuku tercinta. Kita bukanlah ikan salmon yang handal dalam melawan arus karena tak mengenal aturan mengenakan helm atupun rambu – rambu lalu lintas. Tapi kita adalah makhluk Tuhan yang sempurna akan anugerah akal untuk berpikir dan hati untuk mempertimbangkan, sedangkan ikan salmon tidak.
***



Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’

#SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Hoda Motor dan Nulisbuku.com